Sembuh dari TB? Pasti bisa!

Banyak orang yang beranggapan bahwa Tuberculosis (TB) ini adalah penyakit yang mematikan dan merupakan penyakit kutukan. Karenanya banyak penderita TB yang dianggap pembawa sial dan dikucilkan dari lingkungan sekitar.

Sebelum Revolusi Industri, cerita rakyat seringkali menghubungkan TB dengan vampir. Jika ada seorang anggota keluarga yang meninggal karena TB, kesehatan anggota keluarga yang lain perlahan-lahan menurun dan kemudian mengalami kematian. Masyarakat percaya bahwa orang pertama yang terkena TB akan menguras jiwa anggota keluarga lainnya.

penyakit kutukan yang menghantui, sumber gambar : klik di sini

Anggapan ini tentu saja tidak benar. Meski dapat menular dengan cepat, TB bukanlah penyakit kutukan. TB memang penyakit yang mematikan, dengan catatan “jika tidak diobati dengan benar“.

Artinya, penderita TB masih bisa sembuh total jika menjalani pengobatan secara rutin dan disiplin.

Mengapa berobat TB perlu rutin dan disiplin?

Rutin dan disiplin ini memang kunci keberhasilan penyembuhan pasien TB. Karena jika pengobatan TB tidak dilakukan dengan rutin dan disiplin, maka penyakit TB ini akan berkembang menjadi Multi Drug Resistant Tuberculosis (TB-MDR) yang kebal terhadap obat.

Hal ini terjadi karena kuman Mycobacterium tuberculosis tidak lagi mempan terhadap obat Rifampisin dan Isoniazid, dua obat yang termasuk lini pertama dalam pengobatan TB.

Resistensi Mycobacterium tb terhadap Rifamficin dan Isoniazid
Resistensi Mycobacterium tb terhadap Rifamficin dan Isoniazid, sumber gambar : klik di sini

Jika bakteri Mycobacterium tuberculosis sudah resisten terhadap dua obat ini, maka penderita TB memerlukan pengobatan yang tingkatannya lebih tinggi lagi, dengan obat yang lebih banyak, waktu penyembuhan yang lebih panjang, efek samping yang lebih kuat, dan tentu saja biaya yang jauh lebih mahal. Waktu penyembuhan untuk TB-MDR ini adalah 2 tahun. selama 2 tahun ini pasien suspek TB-MDR harus check up dan minum obat setiap hari kecuali hari Sabtu dan Minggu.

TB-MDR ini pun masih bisa berkembang menjadi Extensively Drug Resistent Tuberculosis (TB-XDR). TB-XDR adalah kondisi pasien di mana kuman Mycobacterium tuberculosis sudah resisten terhadap dua obat antituberkulosis terkuat lini pertama (Rifampisin dan Isoniazid) ditambah kebal terhadap obat lini kedua, golongan flurokuinolon, dan juga resisten terhadap minimal satu obat antituberkulosis suntikan, yakni kanamisin, amikasin atau kapreomisin.

Foto ini diambil pada Oktober lalu dan memperlihatkan seorang penderita TBC dan HIV di sebuah ruang isolasi di Thailand, sumber gambar : klik di sini

Emmy Asriani (bukan nama sebenarnya), perempuan berusia 46 tahun, ibu dari 4 orang anak, seorang penderita TB-XDR dengan status BTA negatif. Emmy didiagnosis mengidap TB saat usianya sekitar 25 tahun. Gejala awalnya berupa batuk berdahak lebih dari tiga minggu, nyeri dada, nafsu makan kurang dan berat badan menurun drastis. Suami Emmy juga terkena TB. Penyakit Emmy berkembang menjadi TB-MDR dan kemudian TB-XDR karena obatnya tidak diminum secara teratur.

Sekarang Emmy Asriani membuang jauh-jauh kebiasaan buruknya itu agar bisa sembuh dari TB-XDR. Emmy sudah menjalani pengobatan sejak April 2012 sampai sekarang tanpa henti. Tiap hari, obat yang diminum oleh Emmy ada 18 pil dan kapsul, terdiri dari levofloxacin (4 butir), cycloserine (3), pyrazinamide (3), ethionamide (3), pyridoxine/vitamin B6 (3).  Selain itu, ditambah dua bungkus aminosalicylic acid yang bentuknya butiran seperti pasir. Pada enam bulan pertama, Emmy menjalani suntikan obat antituberkulosis tiap hari dari Senin-Jumat.  Suntikan dihentikan setelah BTA-nya negatif.(Sumber : Tempo).

Bagaimana agar TB bisa disembuhkan?

Sekali lagi perlu ditekankan bahwa kunci keberhasilan penyembuhan TB ini adalah rutin dan disiplin. Jika seseorang sudah positif menjadi suspek TB, pengobatan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Lama pengobatan sendiri tergantung dari berat ringannya penyakit TB, antara 6 – 8 bulan.

  • Tahap Awal (Intensif, 2 bulan)

Pada tahap awal (intensif), pasien TB meminum obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Oleh karena itu diperlukan peran Pendamping Minum Obat (PMO) untuk memastikan bahwa penderita TB meminum semua obatnya sesuai dengan yang ditetapkan.

Peran PMO sangat diperlukan mengingat lamanya waktu pengobatan dan juga jumlah obat yang tidak sedikit. Hampir bisa dipastikan, penderita TB mengalami kejenuhan selama pengobatan dan kemudian enggan berobat sampai tuntas. Ada kalanya penderita TB juga merasa kondisinya sudah lebih baik, batuk-batuk berkurang, berat badan naik, nafsu makan bertambah dan memutuskan untuk menghentikan pengobatan. Padahal kuman TB bukan berarti sudah mati, melainkan hanya melemah.

Bila tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam waktu 2 bulan.

  • Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Seperti yang telah saya tulis sebelumnya, penderita TB tidak perlu khawatir dengan biaya pengobatan, karena obat TB ini tersedia gratis. Tidak hanya pengobatan TB biasa, bahkan TB-MDR yang memerlukan biaya sekitar Rp. 110 juta dan TB-XDR yang mencapai kisaran biaya Rp. 160 juta pun masih ditanggung oleh program TB Nasional dengan sumber dana dari Dana Hibah Global Fund ATM komponen TB.

Paket FDC, obat TB gratis yang tersedia di Puskesmas saat ini, sumber gambar : klik di sini

Selain rutin dan disiplin meminum obat, penderita TB juga perlu menjaga pola hidup yang bersih dan sehat agar pengobatan dapat berlangsung dengan baik

Jangan pernah meninggalkan kebiasaan makan makanan yang bergizi, cukup nutrisi, menjaga kebersihan lingkungan agar tidak lembab, menjauhi alkohol dan rokok, dan terpapar sinar matahari yang cukup, karena menurut beberapa penelitian, kombinasi antibiotik dan pil vitamin D diketahui dapat mempercepat penyembuhan pasien TB.

Jadi tidak perlu ragu berobat TB sampai tuntas, seperti kata pepatah, di mana ada kemauan, di situ ada jalan.

Berikut ini adalah Siyabulela Qwaka, seorang penderita TB-XDR yang disiplin menjalani pengobatan dan berhasil sembuh total.

Jangan putus asa. Emmy Asriani bisa, Suyabulela Qwaka bisa, semua penderita TB bisa sembuh.

Referensi :

Sembuh dari TB? Pasti bisa!

3 thoughts on “Sembuh dari TB? Pasti bisa!

  1. Aduuh saya selalu mau ikutan ini, tapi gak sanggup liat pasien dan obatnya..
    Referensi yang bagus sekali mbak, semoga penyakit ini segera enyah dari lingkungan kita. semoga gak ada lagi korban TB. amin

  2. Bibi saya penderita diabetes, di kemudian hari diketahui beliau juga mengidap TB paru dan tulang. Karena takut tertular, Bibi sempat dikucilkan oleh keluarga besar, sakit dan jarang ada yang nengok. Sedih liatnya. Karena rumah kami berjauhan, saya sendiri hanya bisa sesekali menengok beliau. Sayangnya bibi saya tidak bertahan lebih lama. Masih perlu sosialisasi lebih banyak bahwa TB ini sangat bisa disembuhkan, tentunya dengan dukungan semua pihak.

    Makasih Aida 🙂

  3. tht says:

    Woah this blog is magnificent i love studying your posts. Keep up the great work! You recognize, many individuals are looking around for this information, you can help them greatly.

Leave a Reply to Aidamaruf Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *