#BrowserGueOpera, hidup pun jadi lebih berwarna

Sebel gak sih, pas lagi asyik-asyiknya ngeblog… tiba-tiba browser yang kita pakai crash. Oh, no!!! Ide-ide yang sebelumnya susah didapat mendadak buyar. Bubar deh semuanya. Kalau sudah begini, aku pilih tutup laptop dan mengerjakan hal lain.

Memang sih, semua tab bisa direstore. Tapi kan, aduuuhh… sudah lupa tuh mau nulis apa. Dapur pun terancam berhenti ngebul.

Browser tiba-tiba crash itu sama ngeselinnya dengan pulsa yang tiba-tiba habis pas lagi asyik-asyiknya nelepon, atau sama dengan listrik yang tiba-tiba mati pas lagi dikejar deadline, atau pas lagi buru-buru di jalan tiba-tiba setiap traffic light yang kita lewati mendadak berwarna merah semuanya. Pokoknya grrrhhhhhh…

Tapi, itu semua masa lalu. Sekarang aku pakai Opera. Sebelumnya setiap browsing di gadget aku memang selalu pakai Opera Mini. Alasannya? Stabil, waktu load yang lebih cepat, dan yang lebih penting Opera Mini bisa menghasilkan tampilan data yang sudah mengalami kompresi data. Jadi tak perlu takut boros paket data saat browsing atau bahkan streaming di gadget. Saking asyiknya pakai Opera, meski ada aplikasi medsos di gadget, aku tetap buka setiap akun pakai Opera.

Nah, sekarang di laptop pun aku pakai Opera. Kenapa? Ya tentu saja karena stabil. Kalau bukan karena listrik yang tiba-tiba mati, ngeblog pakai Opera dipastikan aman dan nyaman. Ide pun mengalir dengan lancar, tak perlu khawatir lagi dengan crash.

Opera ini web browser yang pertama kali mengenalkan fitur Speed Dial. Web browser lain juga punya sih, tapi bisa dipastikan kalau Speed Dial Opera ini yang terbaik. Speed Dial ini berupa shortcut menuju web favorit kita, tinggal diatur sendiri web apa saja yang nangkring di Speed Dial ini.

Terus sering kan kita menemukan web yang rasanya harus dibookmark? Opera punya fiturStash. Dengan Stash ini, bukan hanya URL link yang dibookmark, tapi juga gambar dari video dan juga teks yang termuat ketika kita mengklik Stash.

Perlu update berita penting dari seluruh dunia? Tenang, ada fitur Discover, kita bisa mendapatkan berita seru terupdate setiap saat.

Youtube-an gak pake buffering??? Wuiihh… bisa banget donk. Dengan fitur Opera Turbo, tampilan Youtube ini dikompresi tanpa mengurangi kualitasnya.

Pastinya pernah donk, download file besar yang sudah ditunggu lama ternyata statusnya “Failed”. Rasanya? Yaaaaa… gitu deh. Nah, download file pakai Opera ini anti gagal. Kalau ada gangguan koneksi saat download, proses download bisa di-resume saat internet terhubung kembali.

Yang paling asyik nih, themes Opera ini bisa kita ganti sesuai dengan mood… Belum lagi kalau kita berkunjung ke web yang tulisannya kecil-kecil atau malah terlalu besar sampai tidak nyaman dilihat, Opera punya fitur Zooming page.

Ih, panjang ya? Iya, soalnya keseruan memakai Opera memang tak cukup dengan dituliskan, kamu harus coba juga.

#BrowserGueOpera, kamu????

#BrowserGueOpera
#BrowserGueOpera

 

**Tulisan ini jadi salah satu pemenang pada lomba #BrowserGueOpera yang diadakan oleh Opera. Tulisan asli dapat dilihat di sini.

#BrowserGueOpera, hidup pun jadi lebih berwarna

Petasan di bulan Ramadhan? Penting gak sih??

 

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat muslim di seluruh dunia. Agar menjadi berkah, bulan Ramadhan tentunya harus dihidupkan dengan kekhusyuan beribadah, masjid/mushola/langgar ramai terisi jamaah yang melaksanakan sholat tarawih juga tadarus. Tapi sudah menjadi tradisi, ketika memasuki bulan Ramadhan, suara petasan pun mulai terdengar dimana-mana.

Begitu juga yang terjadi di kampung saya. Tak jarang ketika sedang menyantap hidangan berbuka, suara petasan yang memekakkan telinga mengagetkan saya. Atau ketika saya dan anak-anak berjalan menuju masjid untuk sholat tarawih, tiba-tiba ada yang melempar petasan di dekat kami. Pun ketika jamaah di masjid sedang khusyu melaksanakan sholat tarawih, bacaan sujud mendadak diselingi oleh istighfar.

Perlukah petasan di bulan Ramadhan?

Di kampung saya seringkali anak-anak membentuk kelompok, ada dua atau tiga kelompok anak-anak. Satu kelompok melempar petasan untuk kelompok yang lain, dan serangan petasan itu mendapat balasan dari kelompok lainnya. Bisa dibayangkan hiruk pikuk suara petasan di kampung saya.

Bagi mereka yang menyalakan petasan, boleh jadi suara ledakan petasan ini mendatangkan kesenangan. Buktinya kelompok anak-anak yang perang petasan semakin banyak. Penjual petasan pun semakin marak berjajar di sepanjang jalan.

Petasan yang dijual bermacam-macam bentuknya. Mulai dari yang memiliki daya ledak kecil sampai yang besar, bahkan sekarang ini ada petasan yang berbahan dasar spirtus. Jangan pernah berharap mendengar suara ledakan petasan spirtus ini ya!

 

 

Petasan spirtus, sumber : (bukan punya saya) dari facebook teman

 

Tidak jarang beberapa diantaranya merupakan hasil buatan sendiri.

 

 

Petasan spirtus DIY, sumber : warungasep

 

Namun di balik kesenangan bagi pelaku dan “berkah” untuk penjual petasan tersebut banyak hal-hal negatif yang dapat ditimbulkan oleh petasan.

Antara lain ancaman ledakan petasan yang dapat mengakibatkan luka fisik. Seringkali kita mendengar adanya korban luka-luka karena ledakan petasan, bahkan sampai cacat permanen. Beberapa tahun terakhir korban petasan ini semakin meningkat. Tidak hanya anak-anak yang hanya menjadi korban ledakan petasaan saat bermain, bahkan pembuatnya pun banyak yang menjadi korban.

Suara petasan yang memekakkan telinga juga berpotensi membuatterkejut orang-orang yang sedang terlelap tidur. Suara petasan juga dapat mengancam keselamatan jiwa orang lain yang memiliki gangguan jantung ataupun yang tidak terbiasa mendapatkan kejutan seperti suara petasan.

Belum lagi jika bermain petasan ini dilakukan di jalanan, tentunya dapat mengganggu pengendara di jalan.

Pernahkah hal-hal seperti ini dipikirkan oleh mereka yang bermain petasan? Rasanya sih tidak. Demi kesenangan pribadi maka orang lain dirugikan.

Lalu dimanakah letaknya berkah bulan Ramadhan? Bulan Ramadhan yang merupakan bulan suci umat Muslim akhirnya dinodai oleh perilaku negatif mereka yang mengejar kesenangan pribadi.

Adakah larangan bermain/berjualan petasan?

Mengingat dampak negatifnya yang begitu banyak, pemerintah sudah melarang pembuatan/peredaran petasan ini. Petasan yang dapat meledak dan menimbulkan bunyi dilarang diperjual belikan, bahkan penjual dan penyulut petasan juga diancam hukuman.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa perilaku menyalakan petasan ini terus terjadi bahkan cenderung meningkat? Jawabannya adalah kesadaran diri yang kurang dan pemaknaan merayakan sesuatu secara keliru yang sudah turun temurun.

Coba saja kita tengok di bulan lain selain Ramadhan, kembang api dan petasan seringkali menandai perayaan tahun baru, acara 17 Agustusan, atau bentuk-bentuk perayaan lainnya. Di bulan Ramadhan intensitas penggunaan petasan ini semakin bertambah.

Bagaimana solusinya?

Perlu adanya edukasi, bahwa bermain petasan ini bukan merupakan tradisi. Siapakah yang harus memberikan edukasi ini? Tentunya orang tua sebagai pendidik pertama di keluarga. Orangtua juga harus memberikan pengertian bahwa bermain petasan tidak memberikan manfaat yang positif bagi anak-anak.

Selain itu orangtua juga harus memberikan contoh untuk tidak bermain petasan. Ibarat pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, begitu pun perilaku orangtua yang merupakan contoh terbaik bagi anak-anak.

Anak-anak masih memerlukan pengawasan dari orangtua, demikian juga remaja. Sehingga bermain petasan di bulan Ramadhan tidak lagi menjadi tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Arahkan anak-anak untuk melakukan kegiatan yang positif selama bulan Ramadhan. “Ngabuburit”sambil membaca buku jauh lebih mendidik dibandingkan bermain petasan. Masih banyak sarana edukasi lainnya yang bisa disediakan oleh orang tua untuk anak-anak.

Bagaimana dengan penjual petasan? Penjual petasan juga bisa berjualan barang-barang lain yang lebih bermanfaaat, misalnya saja berjualan makanan untuk berbuka puasa.

Jadi, marilah menjadi contoh yang baik bagi generasi yang akan datang.Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat muslim di seluruh dunia. Agar menjadi berkah, bulan Ramadhan tentunya harus dihidupkan dengan kekhusyuan beribadah, masjid/mushola/langgar ramai terisi jamaah yang melaksanakan sholat tarawih juga tadarus. Tapi sudah menjadi tradisi, ketika memasuki bulan Ramadhan, suara petasan pun mulai terdengar dimana-mana.

Begitu juga yang terjadi di kampung saya. Tak jarang ketika sedang menyantap hidangan berbuka, suara petasan yang memekakkan telinga mengagetkan saya. Atau ketika saya dan anak-anak berjalan menuju masjid untuk sholat tarawih, tiba-tiba ada yang melempar petasan di dekat kami. Pun ketika jamaah di masjid sedang khusyu melaksanakan sholat tarawih, bacaan sujud mendadak diselingi oleh istighfar.

Perlukah petasan di bulan Ramadhan?

Di kampung saya seringkali anak-anak membentuk kelompok, ada dua atau tiga kelompok anak-anak. Satu kelompok melempar petasan untuk kelompok yang lain, dan serangan petasan itu mendapat balasan dari kelompok lainnya. Bisa dibayangkan hiruk pikuk suara petasan di kampung saya.

Bagi mereka yang menyalakan petasan, boleh jadi suara ledakan petasan ini mendatangkan kesenangan. Buktinya kelompok anak-anak yang perang petasan semakin banyak. Penjual petasan pun semakin marak berjajar di sepanjang jalan.

Petasan yang dijual bermacam-macam bentuknya. Mulai dari yang memiliki daya ledak kecil sampai yang besar, bahkan sekarang ini ada petasan yang berbahan dasar spirtus. Jangan pernah berharap mendengar suara ledakan petasan spirtus ini ya!

 

Petasan spirtus, sumber : (bukan punya saya) dari facebook teman

 

Tidak jarang beberapa diantaranya merupakan hasil buatan sendiri.

 

Petasan spirtus DIY, sumber : warungasep

 

Namun di balik kesenangan bagi pelaku dan “berkah” untuk penjual petasan tersebut banyak hal-hal negatif yang dapat ditimbulkan oleh petasan.

Antara lain ancaman ledakan petasan yang dapat mengakibatkan luka fisik. Seringkali kita mendengar adanya korban luka-luka karena ledakan petasan, bahkan sampai cacat permanen. Beberapa tahun terakhir korban petasan ini semakin meningkat. Tidak hanya anak-anak yang hanya menjadi korban ledakan petasaan saat bermain, bahkan pembuatnya pun banyak yang menjadi korban.

Suara petasan yang memekakkan telinga juga berpotensi membuatterkejut orang-orang yang sedang terlelap tidur. Suara petasan juga dapat mengancam keselamatan jiwa orang lain yang memiliki gangguan jantung ataupun yang tidak terbiasa mendapatkan kejutan seperti suara petasan.

Belum lagi jika bermain petasan ini dilakukan di jalanan, tentunya dapat mengganggu pengendara di jalan.

Pernahkah hal-hal seperti ini dipikirkan oleh mereka yang bermain petasan? Rasanya sih tidak. Demi kesenangan pribadi maka orang lain dirugikan.

Lalu dimanakah letaknya berkah bulan Ramadhan? Bulan Ramadhan yang merupakan bulan suci umat Muslim akhirnya dinodai oleh perilaku negatif mereka yang mengejar kesenangan pribadi.

Adakah larangan bermain/berjualan petasan?

Mengingat dampak negatifnya yang begitu banyak, pemerintah sudah melarang pembuatan/peredaran petasan ini. Petasan yang dapat meledak dan menimbulkan bunyi dilarang diperjual belikan, bahkan penjual dan penyulut petasan juga diancam hukuman.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa perilaku menyalakan petasan ini terus terjadi bahkan cenderung meningkat? Jawabannya adalah kesadaran diri yang kurang dan pemaknaan merayakan sesuatu secara keliru yang sudah turun temurun.

Coba saja kita tengok di bulan lain selain Ramadhan, kembang api dan petasan seringkali menandai perayaan tahun baru, acara 17 Agustusan, atau bentuk-bentuk perayaan lainnya. Di bulan Ramadhan intensitas penggunaan petasan ini semakin bertambah.

Bagaimana solusinya?

Perlu adanya edukasi, bahwa bermain petasan ini bukan merupakan tradisi. Siapakah yang harus memberikan edukasi ini? Tentunya orang tua sebagai pendidik pertama di keluarga. Orangtua juga harus memberikan pengertian bahwa bermain petasan tidak memberikan manfaat yang positif bagi anak-anak.

Selain itu orangtua juga harus memberikan contoh untuk tidak bermain petasan. Ibarat pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, begitu pun perilaku orangtua yang merupakan contoh terbaik bagi anak-anak.

Anak-anak masih memerlukan pengawasan dari orangtua, demikian juga remaja. Sehingga bermain petasan di bulan Ramadhan tidak lagi menjadi tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Arahkan anak-anak untuk melakukan kegiatan yang positif selama bulan Ramadhan. “Ngabuburit”sambil membaca buku jauh lebih mendidik dibandingkan bermain petasan. Masih banyak sarana edukasi lainnya yang bisa disediakan oleh orang tua untuk anak-anak.

Bagaimana dengan penjual petasan? Penjual petasan juga bisa berjualan barang-barang lain yang lebih bermanfaaat, misalnya saja berjualan makanan untuk berbuka puasa.

Jadi, marilah menjadi contoh yang baik bagi generasi yang akan datang.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat muslim di seluruh dunia. Agar menjadi berkah, bulan Ramadhan tentunya harus dihidupkan dengan kekhusyuan beribadah, masjid/mushola/langgar ramai terisi jamaah yang melaksanakan sholat tarawih juga tadarus. Tapi sudah menjadi tradisi, ketika memasuki bulan Ramadhan, suara petasan pun mulai terdengar dimana-mana.

Begitu juga yang terjadi di kampung saya. Tak jarang ketika sedang menyantap hidangan berbuka, suara petasan yang memekakkan telinga mengagetkan saya. Atau ketika saya dan anak-anak berjalan menuju masjid untuk sholat tarawih, tiba-tiba ada yang melempar petasan di dekat kami. Pun ketika jamaah di masjid sedang khusyu melaksanakan sholat tarawih, bacaan sujud mendadak diselingi oleh istighfar.

Perlukah petasan di bulan Ramadhan?

Di kampung saya seringkali anak-anak membentuk kelompok, ada dua atau tiga kelompok anak-anak. Satu kelompok melempar petasan untuk kelompok yang lain, dan serangan petasan itu mendapat balasan dari kelompok lainnya. Bisa dibayangkan hiruk pikuk suara petasan di kampung saya.

Bagi mereka yang menyalakan petasan, boleh jadi suara ledakan petasan ini mendatangkan kesenangan. Buktinya kelompok anak-anak yang perang petasan semakin banyak. Penjual petasan pun semakin marak berjajar di sepanjang jalan.

Petasan yang dijual bermacam-macam bentuknya. Mulai dari yang memiliki daya ledak kecil sampai yang besar, bahkan sekarang ini ada petasan yang berbahan dasar spirtus. Jangan pernah berharap mendengar suara ledakan petasan spirtus ini ya!

 

 

Petasan spirtus, sumber : (bukan punya saya) dari facebook teman

 

Tidak jarang beberapa diantaranya merupakan hasil buatan sendiri.

 

 

Petasan spirtus DIY, sumber : warungasep

 

Namun di balik kesenangan bagi pelaku dan “berkah” untuk penjual petasan tersebut banyak hal-hal negatif yang dapat ditimbulkan oleh petasan.

Antara lain ancaman ledakan petasan yang dapat mengakibatkan luka fisik. Seringkali kita mendengar adanya korban luka-luka karena ledakan petasan, bahkan sampai cacat permanen. Beberapa tahun terakhir korban petasan ini semakin meningkat. Tidak hanya anak-anak yang hanya menjadi korban ledakan petasaan saat bermain, bahkan pembuatnya pun banyak yang menjadi korban.

Suara petasan yang memekakkan telinga juga berpotensi membuatterkejut orang-orang yang sedang terlelap tidur. Suara petasan juga dapat mengancam keselamatan jiwa orang lain yang memiliki gangguan jantung ataupun yang tidak terbiasa mendapatkan kejutan seperti suara petasan.

Belum lagi jika bermain petasan ini dilakukan di jalanan, tentunya dapat mengganggu pengendara di jalan.

Pernahkah hal-hal seperti ini dipikirkan oleh mereka yang bermain petasan? Rasanya sih tidak. Demi kesenangan pribadi maka orang lain dirugikan.

Lalu dimanakah letaknya berkah bulan Ramadhan? Bulan Ramadhan yang merupakan bulan suci umat Muslim akhirnya dinodai oleh perilaku negatif mereka yang mengejar kesenangan pribadi.

Adakah larangan bermain/berjualan petasan?

Mengingat dampak negatifnya yang begitu banyak, pemerintah sudah melarang pembuatan/peredaran petasan ini. Petasan yang dapat meledak dan menimbulkan bunyi dilarang diperjual belikan, bahkan penjual dan penyulut petasan juga diancam hukuman.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa perilaku menyalakan petasan ini terus terjadi bahkan cenderung meningkat? Jawabannya adalah kesadaran diri yang kurang dan pemaknaan merayakan sesuatu secara keliru yang sudah turun temurun.

Coba saja kita tengok di bulan lain selain Ramadhan, kembang api dan petasan seringkali menandai perayaan tahun baru, acara 17 Agustusan, atau bentuk-bentuk perayaan lainnya. Di bulan Ramadhan intensitas penggunaan petasan ini semakin bertambah.

Bagaimana solusinya?

Perlu adanya edukasi, bahwa bermain petasan ini bukan merupakan tradisi. Siapakah yang harus memberikan edukasi ini? Tentunya orang tua sebagai pendidik pertama di keluarga. Orangtua juga harus memberikan pengertian bahwa bermain petasan tidak memberikan manfaat yang positif bagi anak-anak.

Selain itu orangtua juga harus memberikan contoh untuk tidak bermain petasan. Ibarat pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, begitu pun perilaku orangtua yang merupakan contoh terbaik bagi anak-anak.

Anak-anak masih memerlukan pengawasan dari orangtua, demikian juga remaja. Sehingga bermain petasan di bulan Ramadhan tidak lagi menjadi tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Arahkan anak-anak untuk melakukan kegiatan yang positif selama bulan Ramadhan. “Ngabuburit”sambil membaca buku jauh lebih mendidik dibandingkan bermain petasan. Masih banyak sarana edukasi lainnya yang bisa disediakan oleh orang tua untuk anak-anak.

Bagaimana dengan penjual petasan? Penjual petasan juga bisa berjualan barang-barang lain yang lebih bermanfaaat, misalnya saja berjualan makanan untuk berbuka puasa.

Jadi, marilah menjadi contoh yang baik bagi generasi yang akan datang.

 

 

Petasan di bulan Ramadhan? Penting gak sih??

Keajaiban Sedekah Di Bulan Penuh Berkah

Langkah Ceuceu perlahan melambat saat melewati seorang kakek tua yang menjajakan pisang di trotoar Rumah Sakit Hasan Sadikin. Ceuceu pun berhenti kemudian menengok ke belakang, menatap mata saya. Tak ada kata yang keluar dari bibirnya.

Tanpa bertanya, saya sudah tahu keinginan Ceuceu. Lalu saya mengeluarkan selembar uang dari dompet yang isinya mulai menipis. Dengan mata berbinar Ceuceu segera mengambil uang dari tangan saya.

Mah, teteh juga!”, Teteh menarik tangan saya saat melihat Ceuceu menyerahkan uang tersebut ke tangan kakek penjual pisang.

Nde juga mau!”, si Bungsu yang memang seringkali meniru perilaku kakak-kakaknya seolah tak mau ketinggalan.

Selembar, dua lembar, dan uang pun berpindah tempat dari dompet ke tangan anak-anak. Setengah berlari Teteh dan Ade menghampiri kakek itu.

Beli pisang“, kata Teteh.

Kali ini anak-anak memang ikut ke rumah sakit. Saya tidak bisa menunggui Abah sepanjang hari di rumah sakit. Selama tiga minggu ini hampir tiap hari saya menempuh perjalanan puluhan kilometer bolak balik dari rumah ke rumah sakit, agar di siang hari saya sempat menunggui Abah. Capek tentu saja, apalagi ini bulan puasa. Tapi, ah… hanya ini yang bisa saya lakukan untuk Abah.

Gak apa-apa gak bisa ketemu Abah juga. Kangen sama nenek! Kan udah lama Ceuceu gak ketemu Nenek“, begitu alasan Ceuceu saat saya menolak keinginan Ceuceu ikut ke rumah sakit.

Akhirnya anak-anak ikut ke rumah sakit. Dan kakek penjual pisang itu kami lewati saat kami turun dari angkot.

Ada rasa haru dan bahagia melihat anak-anak yang masih sangat kecil ini mau berbagi. Meski saya sendiri sedang kebingungan dengan obat untuk Abah yang harus segera ditebus dan harganya aduhai. Sementara uang untuk obatnya sama sekali belum saya pegang. Entah dari mana.

Sakitnya Abah kali ini memang cobaan luar biasa. Tak cukup dirawat di satu rumah sakit, karena keadaan Abah malah bertambah parah, akhirnya Abah dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar. Biaya yang dikeluarkan di rumah sakit sebelumnya juga bukan jumlah yang sedikit buat kami.

Tapi, kakek itu jauh lebih memerlukan sedikit rejeki yang dititipkan ke saya. Meski sebetulnya repot juga dengan bawaan yang cukup banyak, apalagi ditambah sekantung plastik berisi pisang.

Sampai di lobby rumah sakit, tiba-tiba ada notifikasi whatsapp dari handphone saya.

Rin, gimana kondisi Abah?”, tanya seorang teman dari grup semasa kuliah dulu.

Alhamdulillah, sekarang sudah dipindah ke RSHS. Kondisi masih sama dengan kemarin”, saya membalas pesan dari teman tersebut.

Tak lama handphone saya kembali berbunyi.

Rin, anak-anak mau donasi nih buat Abah. Nanti ada yang transfer ke rekening saya, atau langsung ke rekening Orin“, begitu isi pesan berikutnya.

Saya membaca pesan tersebut berkali-kali. Tak percaya, saya menanyakannya dan teman saya mengiyakan, bahwa semua teman-teman di grup akan menggalang donasi untuk Abah.

Masya Allah… Alhamdulillah. Ternyata benar, saya tidak salah baca!

Tadinya saya tidak percaya hitung-hitungan sedekah yang banyak diserukan orang-orang. Pun ketika saya mengeluarkan uang yang tidak seberapa jumlahnya untuk kakek penjual pisang, saya tidak memikirkan pahala atau balasan untuk saya. Saya hanya berfikir, bahwa ada yang jauh lebih memerlukan dan memang ada hak mereka pada harta yang saya miliki.

Bulan Ramadhan memang bulan yang penuh berkah. Janji Allah SWT, setiap amalan yang dilakukan di bulan puasa akan dilipatgandakan pahalanya. Begitu pula sedekah yang dilakukan di bulan puasa. Karena Allah SWT Maha Dermawan, kedermawanan-Nya berlipat ganda pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.

Sesungguhnya Allah itu Maha Dermawan, cinta kepada kedermawanan dan Maha Pemurah, cinta kepada kemurahan hati. (HR Tirmidzi)

Siapa yang menyangka beberapa lembar uang yang saya keluarkan tadi, ternyata dibalas beribu-ribu kali lipat. Langsung, saat itu juga!

Pisangnya sendiri disimpan buat buka nanti.

Kita hanya perlu sedikit empati buat orang-orang yang ada di sekeliling kita. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja saudara kita sendiri, tetangga, atau mereka yang kita temui di jalanan, besar atau kecil pun tak jadi soal, yang penting ikhlas.

Mumpung masih bulan Ramadhan, yuk mulai sedekah sekarang juga!

 

Note: Terima kasih tidak terhingga untuk teman-teman, atas do’a dan dukungannya yang tidak pernah putus untuk Abah. Semoga apa yang teman-teman donasikan untuk Abah menjadi berkah.

 

 

 

Keajaiban Sedekah Di Bulan Penuh Berkah

Yuk, kelola THR dengan bijak!

Belakangan ini gambar di atas cukup sering wara-wiri di timeline maupun display picture BBM.

Lho, koq ribut-ribut soal THR alias Tunjangan Hari Raya? Ternyata lebaran memang sebentar lagi. Hanya dalam hitungan hari ke depan, tak terasa Ramadhan pun berakhir sudah.

Tentu saja banyak yang sedih berpisah dengan bulan yang penuh berkah ini. Tapi tak sedikit juga yang senang dengan datangnya lebaran, hari raya kemenangan. Apalagi biasanya menjelang lebaran ini pegawai/karyawan mendapatkan THR dari kantor/perusahaan tempat mereka bekerja.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan adalah pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.

Beberapa perusahaan juga ada yang memberikan bonus berbarengan dengan THR menjelang lebaran.

Tapi, sudahkah kita bijak mengelola THR yang kita peroleh?

Sekedar mengingatkan diri sendiri, apa saja sih yang sebaiknya dilakukan setelah THR ini kita peroleh?

Pertama. Membayar zakat fitrah. Zakat fitrah ini hukumnya wajib dikeluarkan setiap Ramadhan bagi setiap muslim termasuk bayi yang baru lahir sebelum Idul Fitri. Tidak banyak koq, hanya 1 sha’ kurma/gandum atau sekitar 3,5 liter makanan utama yaitu beras. Tujuan zakat fitrah salah satunya adalah agar para fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya dan saling berbagi sesama umat islam. Yuk anggarkan THR untuk membayar zakat fitrah ini, insha Allah kita akan kembali fitrah.

Kedua. Sudah tidak punya hutang? Memiliki harta yang sudah mencukupi nishab (batas minimal yang ditetapkan syariat untuk dikenai zakat) milik sendiri dan sudah lewat 12 bulan? Nah, kalau iya, berarti sudah wajib bayar zakat mal tuh. Coba mulai hitung berapa harta yang kita miliki, dan berapa zakat mal yang wajib kita keluarkan. Karena ini kewajiban, jadi jangan ditunda-tunda lagi. Kalau ditunda-tunda, nanti sebelum zakat mal dibayar, uangnya malah sudah habis di mall.

Ketiga. Di rumah ada asisten rumah tangga? Ada sopir? Tukang kebun? Setelah menjalankan kewajiban mereka di rumah kita, mereka juga berhak mendapatkan THR dari kita, lho.

Tapi, semuanya dikerjakan tanpa bantuan orang lain nih. Gimana donk? Kalau tidak punya asisten rumah tangga atau siapa pun yang bekerja membantu meringankan pekerjaan di rumah, tak ada ruginya kalau kita menyisihkan sebagian THR kita untuk disedekahkan kepada mereka yang memerlukan. Insya Allah berkah.

Keempat. Jauh dari kampung halaman? Lebaran harus mudik? Anggaran untuk mudik ke kampung halaman juga bisa diambil dari THR ini. Yang berencana menggunakan kendaraan pribadi, harus mulai menyisihkan dana untuk bahan bakar dan akomodasi selama perjalanan menuju kampung halaman. Sementara yang akan menggunakan kendaraan umum, juga harus menyisihkan dana untuk ongkos dan bekal selama perjalanan. Belakangan ini banyak yang menawarkan acara mudik gratis. Ada baiknya mencari informasi lebih banyak mengenai hal ini. Mudik ke kampung halaman ramai-ramai, seru pastinya. Gratis lagi!

Kelima. Mudik ke kampung halaman berarti bertemu kembali dengan sanak saudara, termasuk keponakan. Sudah siapkan angpao buat mereka? Tidak perlu banyak, pemberian alakadarnya pun sudah cukup membuat senang.

Keenam. Kalau tidak mudik, anggaran untuk mudik ini bisa disisihkan untuk investasi. Tambahan investasi rutin setiap lebaran tentunya sangat membantu kita mencapai tujuan keuangan. Investasi apa yang bisa disiapkan dari sedikit dana THR ini? Emas misalnya. Masih lebih baik kan daripada uangnya habis? 

Ketujuh. Mempersiapkan dana darurat. Dana darurat ini penting. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi selama libur lebaran.

Lho? Baju lebaran, makanan khas lebaran, dan pernak pernik khas lebaran koq tidak ada anggarannya?

Untuk mensiasati membludaknya pengeluaran saat lebaran, baju baru tidak perlu dibeli saat lebaran. Bisa saja kita menyisihkan sebagian dana untuk membeli baju beberapa bulan sebelum lebaran. Kalau dananya tidak cukup bagaimana?

Seperti kata Dhea Ananda di lagunya, “Baju baru alhamdulillah, tak ada pun tak apa-apa.. masih ada baju yang lama.. “

Lebaran atau Idul Fitri ini sejatinya adalah hari raya kemenangan  setelah sebulan penuh berpuasa menahan hawa nafsu. Ketika sudah menerima THR kemudian kita kalap membeli segala sesuatu yang baru untuk dipakai di hari raya, lalu dimanakah makna kemenangan itu sebenarnya?

Yang perlu kita ingat adalah di luar sana masih banyak yang tidak pernah mendapatkan THR. Mereka yang berprofesi sebagai petani, pedagang, pegawai honorer, sopir angkot, tukang ojek, tukang becak, dan masih banyak lagi. Sebagai emak-emak yang tidak bekerja, saya termasuk diantara mereka yang tidak pernah mendapatkan THR.

 Yuk ah… kita mulai bijak mengelola THR! Eh, koq kita? Saya kan gak dapet THR huhuhu

Yuk, kelola THR dengan bijak!

Stop Diskriminasi dan Stigma Negatif Terhadap Pasien TB!

Ini adalah tulisan saya mengenai TB yang ke delapan. Tulisan ini sekaligus penutup serial tentang TB yang sudah saya mulai beberapa waktu lalu. Tapi tentu ini bukan akhir, ini hanyalah awal dari usaha saya turut serta menyebarluaskan informasi mengenai TB, penyakit penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia.

Siapa yang ingin terkena penyakit? Apalagi penyakit yang memiliki cap mengerikan, yaitu mematikan. Rasa-rasanya semua orang berkeinginan memiliki hidup yang sehat dan terbebas dari penyakit.

Begitu juga dengan pasien Tuberkulosis. Seumur hidupnya mungkin tidak pernah mengira akan terkena penyakit menular dan mematikan seperti TB ini.

Sebelum Revolusi Industri, cerita rakyat seringkali menghubungkan TB dengan vampir. Jika ada seorang anggota keluarga yang meninggal karena TB, kesehatan anggota keluarga yang lain perlahan-lahan menurun dan kemudian mengalami kematian. Masyarakat percaya bahwa orang pertama yang terkena TB akan menguras jiwa anggota keluarga lainnya.

penyakit kutukan yang menghantui, sumber gambar : klik di sini

Konon Hipocrates pun melarang murid-muridnya mengunjungi pasien “Phthisis” (sebutan TB Paru pada waktu itu) karena akan menurunkan kredibilitas tabib, sebabnya TB paru saat itu tidak dapat disembuhkan.

Stigma ini masih berkembang sampai sekarang. Banyak orang yang beranggapan bahwa Tuberkulosis ini merupakan penyakit kutukan dan tidak dapat disembuhkan. Tidak heran, jika kebanyakan pasien TB dianggap sebagai pembawa sial kemudian dikucilkan, dijauhi dan diasingkan dari lingkungan sekitar.

Selain itu ada pula beranggapan kalau TB itu merupakan penyakit “kiriman” atau karena diguna-guna. Sehingga pasien TB lebih memilih pergi ke dukun untuk mendapat “pengobatan” daripada memeriksakan diri ke layanan kesehatan.

Stigma negatif memang seringkali melekat pada masalah-masalah kesehatan, termasuk Tuberkulosis. Stigma yang berhubungan dengan penyakit dapat menyebabkan dampak negatif terhadap pencegahan, prosedur pelayanan, dan kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan pada penyakit tersebut (Cramm and Nieboer, 2011).

Munculnya stigma terhadap TB diantaranya karena penularan TB, pengetahuan yang kurang tepat akan penyebab TB, perawatan TB atau berhubungan dengan kelompok-kelompok marjinal seperti kemiskinan, ras minoritas, pekerja seks, tahanan penjara, dan orang yang terinfeksi HIV/AIDS ( Kipp et al, 2011).

Stigma dapat menyebabkan stress psikologis, depresi, ketakutan, masalah dalam pernikahan, masalah dalam pekerjaan dan menambah parahnya kondisi penyakit (Brakel, 2005).

Berdasarkan penelitian  yang dilakukan oleh Anita S. Mathew dan Amol M. Takalkar tahun 2007 pada masyarakat India, ditemukan bahwa pasien TB di India sering mendapatkan pengalaman adanya penolakan dan isolasi sosial dari masyarakat.

Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Tribowo Tuahta Ginting dkk (2008) di RS persahabatan, Jakarta, juga menunjukkan pasien yang mengalami penyakit Tuberkulosis tidak ingin orang lain mengetahui penyakitnya karena persepsi pasien terhadap kemungkinan perlakuan masyarakat bila mengetahui penyakit mereka.

Stigma pada penyakit tuberkulosis dapat menyebabkan keterlambatan pengobatan dan berdampak negatif terhadap kelangsungan berobat. Dampak negatif dalam kelangsungan berobat dapat menyebabkan terputusnya pengobatan pada pasien tuberkulosis yang bisa menyebabkan tidak tuntasnya pengobatan.

Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan Multi Drugs Resistence (MDR-TB). Penelitian di Amerika Serikat menunjukan bahwa MDR-TB menyebabkan kematian yang lebih cepat. Sebanyak 70-90 % pasien meninggal hanya dalam waktu empat sampai dengan enam belas minggu.

Stigma/pandangan negatif yang muncul dimasyarakat mengenai penyakit Tuberkulosis dapat menimbulkan diskriminasi terhadap pasien tuberkulosis. Misalnya saja orang tua akan melarang anaknya bermain dengan anak yang menderita tuberkulosis. Sehingga orang tua penderita akan menyembunyikan status penyakit anaknya karena ditakutkan anaknya menjadi tidak mempunyai teman dan minder. Dampak yang lebih dikhawatirkan adalah orang tua tidak membawa anaknya pergi berobat karena takut orang lain mengetahui penyakit anaknya.

Atasan akan mengucilkan karyawannya yang terkena TB, lebih jauh lagi, mungkin saja karyawannya tersebut dipecat dengan alasan takut tertular TB.

Kekhawatiran mengenai terjadinya penularan penyakit TB memang merupakan salah satu faktor yang menimbulkan diskriminasi. TB memang sangat mudah menular melalui percikan dahak.

Stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB ini tentu saja tidak menyelesaikan masalah dan hanya menjadikan pasien TB semakin enggan memeriksakan dan mengobati dirinya lebih lanjut. Karenanya diperlukan penyebaran informasi lebih luas mengenai TB , sehingga pasien TB mendapatkan penanganan lebih baik dan penyebaran TB dapat dikendalikan.

Stigma yang disematkan kepada pasien TB  oleh masyarakat ini harus segera dihilangkan. Penyakit TB bisa menyerang siapa saja dari semua golongan tanpa memandang latar belakang penderita. TB mudah menular melalui percikan dahak dan memang penyakit yang mematikan, dengan catatan “jika tidak diobati dengan benar“.

Selain itu, meski dapat menular dengan cepat, TB bukanlah penyakit kutukan. TB dapat diobati dan penderitanya harus berobat. Jika pasien segera berobat saat merasakan gejala TB dan minum obat sesuai dengan dosis, maka TB bisa sembuh dan tidak menular ke orang lain.

Selama pasien TB menjalani pengobatan dengan rutin sampai tuntas, disertai dukungan dari keluarga dan masyarakat, pasien TB dapat sembuh dan penularan TB dapat dikendalikan.

Jadi mari kita hapuskan beragam stigma yang ada mengenai penyakit TB. Mari bantu pemerintah untuk mewujudkan program Indonesia Bebas TB

Referensi tulisan :

1. www.tbindonesia.or.id

2. www.stoptbindonesia.org

3. www.globaltb.njms.rutgers.edu/tbfaq-tbdisease.htm

4. www.depkes.go.id

Stop Diskriminasi dan Stigma Negatif Terhadap Pasien TB!